Kamis, 19 November 2015
Rabu, 18 November 2015
Penghasilan Tidak Kena Pajak Tahun 2015
Seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya harga
kebutuhan pokok, pemerintah telah menaikkan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi mulai tahun 2015.
“Dengan kenaikan ini, besarnya PTKP bagi WP orang pribadi menjadi
sebesar Rp36 juta per tahun, naik Rp11,7 juta atau sekitar 48 persen
dari yang sebelumnya sebesar Rp24,3 juta per tahun, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122/PMK.010/2015
tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, yang telah
ditetapkan pada 29 Juni 2015 lalu.Meskipun baru ditetapkan pada bulan Juni, tetapi peraturan ini mulai berlaku sejak tahun pajak 2015, atau pada 1 Januari 2015.
Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP )
1.TK ( tidak kawin ) Rp 36.000.000
2.K-0 (kawin belum ada anak) Rp 39.000.000
3.K-1 (kawin anak 1) Rp 42.000.000
4.K-2 (kawin anak 2) Rp 45.000.000
5.K-3 (kawin anak 3) Rp 48.000.000
Jumat, 06 November 2015
Membayar Pajak dengan e-Billing
Wajib Pajak mendapat kemudahan cara membayar pajak
dengan e-billing
Wajib Pajak sekarang mendapatkan
kemudahan dalam membayar pajak dengan
sistem e-billing karena ada layanan MPN G2. Modul Penerimaan Negara
Generasi Kedua atau yang sering disingkat MPN G2 adalah sebuah sistem
penerimaan negara yang menggunakan surat setoran elektronik.
Surat setoran elektronik sendiri adalah surat setoran yang berdasarkan pada sistem billing. Penerimaan negara dapat meliputi penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) maupun penerimaan bea dan cukai, yang harus masuk ke kas negara melalui sistem MPN.
Pembayar pajak yang akan setor pajak harus membuat kode billing. Secara aturan, menurut PER-24/PJ/2014 bahwa Kode Billing dapat diperoleh melaui:
Surat setoran elektronik sendiri adalah surat setoran yang berdasarkan pada sistem billing. Penerimaan negara dapat meliputi penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) maupun penerimaan bea dan cukai, yang harus masuk ke kas negara melalui sistem MPN.
Pembayar pajak yang akan setor pajak harus membuat kode billing. Secara aturan, menurut PER-24/PJ/2014 bahwa Kode Billing dapat diperoleh melaui:
- membuat sendiri pada Aplikasi Billing DJP yang dapat diakses melalui laman Direktorat Jenderal Pajak dan laman Kementerian Keuangan
- melalui Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
- diterbitkan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terbit ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB atau SKP PBB yang mengakibatkan kurang bayar
Tetapi baiknya, pembayar pajak sendiri yang membuat kode billing melalui laman sse.pajak.go.id
Wajib Pajak dapat menginput sendiri, kapan saja / dimana saja. Input data dilakukan atas nama dan NPWP sendiri, atau atas nama dan NPWP Wajib Pajak lain sehubungan dengan kewajiban sebagai Wajib Pungut (bendaharawan).
Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh User ID dan PIN secara online melalui menu daftar baru Aplikasi Billing DJP dan mengaktifkan akun pengguna melalui konfirmasi e-mail.
Setelah konfirmasi, Wajib Pajak baru bisa log-in di sse.pajak.go.id
Wajib Pajak log-in dengan memasukkan User ID dan PIN akun pengguna Aplikasi Billing DJP yang telah aktif.
Kode Billing yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak berlaku selama 48 (empat puluh delapan) jam sejak diterbitkan dan tidak dapat dipergunakan setelah melewati jangka waktu dimaksud.
Dengan Kode Billing ini, pembayara pajak dapat membayar pajak melalui:
- teller Bank/Pos Persepsi,
- Anjungan Tunai Mandiri (ATM),
- Internet Banking, dan
- EDC
Walaupun
wajib pajak memperlihatkan rekening koran, atau bukti lain dari bank bahwa dia
sudah bayar pajak tetap saja tidak diakui. Kenapa? Karena secara formal diakui
sebagai pembayaran pajak adalah SSP atau BPN. Secara substansi, melalui
pemeriksaan, bisa saja pemeriksa pajak mengakui adanya pembayaran pajak
tersebut.
Menurut PER-26/PJ/2014, BPN harus mencantumkan
elemen-elemen sebagai berikut:
- NTPN;
- NTB/NTP;
- Kode Billing;
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
- Nama Wajib Pajak;
- Alamat Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
- Nomor Objek Pajak (NOP), dalam hal pembayaran pajak atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kegiatan membangun sendiri dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
- Kode Akun Pajak;
- Kode Jenis Setoran;
- Masa Pajak;
- Tahun Pajak;
- Nomor ketetapan pajak, bila ada;
- Tanggal bayar; dan
- Jumlah nominal pembayaran.
SINGKATAN:
Bukti
Penerimaan Negara (BPN) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos
Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan
teraan NTPN dan NTB/NTP sebagai sarana administrasi lain yang
kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor tanda bukti
pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada Bukti Penerimaan Negara
dan diterbitkan oleh sistem settlement yang dikelola Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Nomor
Transaksi Bank (NTB) adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan
Negara yang diterbitkan oleh Bank Persepsi.
Electronic
Data Capture (EDC)
adalah alat yang dipergunakan untuk transaksi kartu debit/kredit yang terhubung
secara online dengan sistem/jaringan Bank Persepsi.
Konsultan Pajak dapat membantu dalam pembuatan
e-billingSenin, 02 November 2015
HARUSKAH WANITA KAWIN BER-NPWP ?
Sebagaimana diketahui bahwa system perpajakan
di Indonesia adalah Self Assesment System, hal ini berarti kewajiban pertama yang
harus dipenuhi oleh wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan
adalah mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP (nomor pokok wajib pajak) dan /
atau melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dilanjutkan dengan menghitung pajak
terhutang, memperhitungkan pajak yang telah dipotong atau dipungut pihak lain
dan membayar pajaknya (apabila ada pajak yang kurang bayar) dan terakhir adalah
melaporkan pelaksanaan seluruh kewajiban perpajakan diatas melalui Surat
Pemberitahuan (SPT).
NPWP merupakan entry
point bagi wajib pajak, termasuk bagi wanita yang memiliki atau memperoleh
penghasilan, dalam melaksanakan seluruh hak dan kewajiban perpajakannya.Keberadaan
NPWP berfungsi sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan lainnya.
Dalam pasal 8 ayat 1 Undang-undang Pajak
Penghasilan No 36 Tahun 2008 menyebutkan bahwa system pengenaan pajak menempatkan keluarga
sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya Penghasilan atau kerugian dari seluruh
anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan
pemenuhan kewajiban perpajakannya dilakukan oleh kepala keluarga.selanjutnya
dalam pasal 8 ayat 2 menunjukan bahwa
wanita kawin diberi kebebasan untuk melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakan secara mandiri, tanpa digabungkan dengan suaminya.Kondisi dimana
wanita kawin dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri pada
keadaan sebagai berikut :
ü Istri telah hidup
berpisah berdasarkan putusan hakim (HB)
ü Istri melakukan
perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH)
ü Istri menghendaki
untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sendiri (MT)
Pilihan wanita kawin untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajkan secara terpisah dari suaminya menimbulkan konsekuensi
perpajkan tersendiri bagi yang bersangkutan, diawali dengan kepemilikan NPWP
yang berbeda dengan sang suami dan diteruskan dengan pelaksanaan kewajiban pajak yang tata caranya
sedikit berbeda dengan wajib pajak orang pribadi pada umumnya.
Langganan:
Postingan (Atom)